Archive for November 2012
Masalah Kependudukan
Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan, tapi dari sisi lain juga bisa menjadi beban oleh negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Robert Malthus yang datang di akhir abad ke 18 dengan teorinya, pada dasarnya menyatakan bahwa
penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan. Menurut Malthus
laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tak akan pernah
terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya bertambah
secara deret hitung. Namun pada akhir abad ke XX teori Malthus ini mulai
dibantah oleh pakar kependudukan dan pakar ekonomi. Alasan teori ini
mulai ketinggalan disebabkan telah berhasilnya beberapa negara
mengurangi laju pertumbuhan penduduk, sementara dari sisi produksi telah
berhasil ditingkatkan melalui kemajuan terknologi.
Teori
Malthus ini pada dasarnya beranjak dari dua gagasan utama: 1) manusia
selalu memerlukan sandang pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
2) nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan
berubah sifatnya.
1. Masalah Kependudukan
Masalah
penduduk dan kependudukan dapat kita soroti dengan pendekatan sistem.
Sistem adalah suatu totalitas bagian (satuan komponen) yang terdiri dari
berbagai sub komponen yang saling berkaitan, saling tergantung,
berinteraksi, saling menentukan sehingga membentuk suatu kesatuan yang
terpadu dan harus diperhitungkan dalam setiap mengambil keputusan.
Kebijaksanaan
kependudukan nasional pada hakikatnya bertujuan mempengaruhi sistem
demografi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
sistem-sistem yang lain dalam makrosistem kependudukan, untuk membawa
penduduk kepada suatu keadaan di mana ciri dan perilaku demografinya
menguntungkan bagi pembangunan nasional yang pada hakikatnya merupakan
usaha untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri.
Sebagai
fenomena yang sudah menjadi masalah dapat disebut antara lain: 1)
tekanan-tekanan pada usaha peningkatan ekonomi karena jumlah penduduk
yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang cepat; 2) tekanan-tekanan
pada usaha pembangunan, pendidikan dan tenaga kerja karena komposisi
penduduk yang muda dan pertambahan yang cepat dari golongan penduduk
usia sekolah dan tenaga kerja; dan 3) masalah-masalah pada
usaha keamanan dan pembangunan daerah karena tidak terpenuhinya
kesempatan kerja dan kepadatan penduduk yang tinggi yang tidak merata.
Kebijaksanaan
dalam bidang-bidang pembangunan yang lain pada hakikatnya tertujuan
pada peningkatan kualitas hidup melalui sistem-sistem diluar sistem
demografi tersebut dan sebagian dari kebijaksanaan tersebut selain
tertuju untuk mengatasi masalah juga dapat secara langsung mempengaruhi
sistem demografi.
2. Kebijaksanaan Kependudukan
Kebijaksanaan
itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang
menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan
serta usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Selanjutnya secara terperinci mengenai kebijaksanaan kependudukan di Indonesia pada masa lalu dinyatakan sebagai berikut:
a). Kebijaksanaan
kependudukan yang menyeluruh dan terpadu perlu dilanjutkan dan makin
ditingkatkan serta diarahkan untuk menunjang peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya.
b). Pelaksanaan kebijaksanaan dan program-program kependudukan yang meliputi antara
lain pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian anak-anak,
perpanjangan harapan hidup, penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang
lebih serasi dan seimbang.
c). Program
keluarga berencana berperan ganda, ialah untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak serta mewujutkan keluarga kecil sejahtera
serta mengendalikan pertumbuhan penduduk.
d). Dalam rangka pengendalian pertumbuhan penduduk perlu diambil langkah-langkah untuk mempercepat turunnya tingkat kelahiran.
e). Jumlah
peserta keluarga berencana perlu makin ditingkatkan atas dasar
kesadaran dan secara sukarela dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
f). Penanganan
dan pendidikan mengenai masalah kependudukan bagi seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda, perlu ditingkatkan dan lebih
diperluas.
3. Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Dari
segi lingkungan, masalah pemukiman adalah masalah penduduk. Ketika
manusia berjumlah terbatas dan hidup serba sahaja, maka cara hidup dan
bermukin manusia diserasikan dengan lingkungan alam. Waktu itu kita
tidak mengenal masalah lingkungan hidup. Tapi manusia bertambah banyak
dan akal pikirannya berkembang, sehingga cara hidup dan bermukim tidak
lagi diserasikan dengan lingkungan alam. Malah sebaliknya lingkungan
yang diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia.
Ruang dirombak untuk membangun berbagai bentuk perumahan dengan
fasilitas pelayanan hidup yang bermacam-macam, seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, hiburan atau pasar yang harus ditunjang oleh
prasarana jalan, angkutan, listrik, air minum dan sebagainya.
Sebagai
suatu rangkaian, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah,
permukimannya terus berkembang, dan pengaruhnya kepada lingkungan hidup
makin besar pula. Peledakan
penduduk menyebabkan pula membesarnya lagi urbanisasi, sehingga tidak
ada satu kotapun yang mampu menampung arus penghuni baru yang datang
dari daerah pedesaan. Karena
kota tidak mampu menampung arus yang datang akibatnya pengangguran di
kota makin lama makin membengkak. Daerah pemukiman bertambah luas,
sampah berserakan dimana-mana, persediaan air yang sehat tidak dapat
memenuhi kebutuhan dan akibatnya wabah penyakit menyerang masyarakat.
Proyek
seperti perumahan dibangun, pasar diperbaiki, pedagang kakilima
dilokalisasi, jalan-jalan diperbesar dan diperbaiki, akan tetapi
bersamaan dengan pembangunan tersebut timbul masalah lain, masalah harga
tanah yang terus-menerus meningkat yang menimbulkan spekulasi dan
masalah penyediaan perumahan bagi golongan yang kurang mampu.
4. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Di
negara-negara yang anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya
menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana
yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang
berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang
terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang. Akibatnya,
banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap pendidikan
universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen
Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masayakat
buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan
pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita.
Hampir di mana-mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan
latihan-latihan teknis. Mereka adalah orang-orang yang mampu menghadapi
tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia ditekan
secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan
penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan
kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan.
Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program
persamaan/perimbangan antara laki-laki dan wanita, pedesaan dan kota,
dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin.
Pengaruh
daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada
keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar
belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan
kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang
dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan
kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan
orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit
masalah ini.
Pertambahan
penduduk yang cepat menghambat program-program perluasan pendidikan,
juga mengarah pada aptisme di dunia yang kesulitan untuk mengatasinya.
Tingkat
pendidikan adalah sangat menentukan sebagai alat menyampaikan informasi
kepada manusia tentang perlunya perubahan dan untuk meransang
penerimaan gagasan-gagasan baru.
5. Masalah Kemiskinan
Salah
satu wabah penyakit yang menyerang negara-negara sedang berkembang
dewasa ini adalah kemiskinan berserta saudara kembarnya keterbelakangan.
Karena dalam kenyataannya kedua hal itu melemahkan fisik dan mental
manusia yang tentunya mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan.
Pembangunan
di negara-negara sedang berkembang bukan hanya meningkatan pendapatan
nasional, tidak lagi hanya menambah produksi barang-barang dan
jasa-jasa, tetapi pembangunan mengandung pula unsur membangun manusia
jasmaniah, rohaniah dan mengubah nasib manusia untuk keluar dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Untuk mengatasi ini pemerintah
Indonesia telah mengambil beberapa upaya diantaranya; BIMAS, BUUD/KUD,
Kredit Candak Kulak, SD INPRES, dimasa orde baru dicanangkan 8 jalur pemerataan, dan terakhir ini dicanangkan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Pada
masa reformasi dikembangkan berbagai jenis kebijakan pembangunan,
antara lain: kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) untuk petani di
pedesaan, usaha ekonomi desa (UED), kredit usaha rakyat (KUR). Begitu
juga untuk memacu kualitas sumberdaya manusia pemerintah mewajibkan
setiap penduduk Indonesia minimal pendidikannya setingkat dengan sekolah
lanjutan pertama (SLTP) atau dikenal dengan program wajib belajar
sembilan tahun (Wajar 9 tahun), bahkan beberapa daerah di Indonesia telah mengembangkan wajib belajar 12 tahun.
6. Sebab-sebab Kemiskinan
Sebab-sebab
kemiskinan yang pokok bersumber dari empat hal, yaitu mentalitas si
miskin itu sendiri, minimnya keterampilan yang dimiliki,
ketidakmampuannya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
disediakan, dan peningkatan jumlah penduduk yang berlebihan.
Sesungguhnya keempat hal ini dalam kenyataannya kait mengait.
Apabila
orang telah terperangkap dalam jurang kemiskinan, dan tidak lagi
melihat untuk keluar dari jurang itu, maka ia cenderung mengambil sikap
"nerimo" dalam bahasa Jawanya atau accommodation. Sikap ini bukanlah sikap yang seluruhnya irasional.
Dari
pandangan lain kemiskinan juga identik dengan keterbelakangan. Hal ini
akan menyulitkan atau menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi.
Keterkaitan ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Masyarakat yang berpenghasilan renadah kemampuan menabung dan
pembentukan investasi baik dari sisi modal maupuan keterampilam sangat
kecil. Kondisi ini berdampak terhadap daya saing meraih peluang kerja.
Dari sisi lain masyarakat yang berpenghasilan rendah, lebih banyak
memanfaatkan tenaganya disbanding pemanfaatan pemikirannya, sehingga
berdampak kepada tingkat kesuburannya yang tinggi. Kondisi tersebut akan
mempertinggi tingkat reproduksi sehingga tingkat kelahiran juga tinggi
dilingkungannya.
almasdi.unri.ac.id
Oleh: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP: Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan, Lembaga Penelitian Universitas Riau