Tampilkan postingan dengan label Ilmu Sosial Dasar. Tampilkan semua postingan

Banjir





Banjir. Bencana ini merupakan bencana yang paling umum terjadi di Indonesia, terutama di Ibukota Jakarta. Masalah ini belum bisa di selesaikan hingga saat ini, meskipun Indonesia sudah 6 kali ganti Kepala Negara. Banjir mungkin hanya berbentuk air, tapi kerugiannya tidak sesederjana kata “hanya”. Wabah penyakit, kehilangan harta, kehilangan nyawa, itu adalah sebagian kecil akibat yang di timbulkan dari akibat banjir. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya akan membahas 2 pokok bahasan mengenai banjir.
Pertama adalah, Apakah banjir merupakan masalah sosial?
Kedua, Bagaimana cara mengatasi banjir?

Sebelum masuk ke pokok bahasan, saya akan mengajak anda untuk mengenal banjir secara mendasar terlebih dahulu. Data yang saya dapat masih berdasarkan wikipedia.org.

Secara fundamental, Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Kata 'aliran air' bisa juga mengacu pada pasang laut. Banjir memiliki jenis dan penyebab yang cukup beragam.

Banjir sungai terjadi dalam dua metode, lambat dan cepat. Banjir sungai yang lambat dapat terjadi karena endapan air hujan atau pencairan salju yang melebihi kapasitas saluran sungai. Sedangkan untuk banjir sungai yang cepat termasuk banjir bandang, akibat curah hujan yang konvektif, tanah longsor ataupun gletser.

Banjir pantai biasanya terjadi karena tsunami ataupun badai laut besar. Banjir juga dapat terjadi akibat bencana alam lainnya seperti gempa bumi, ataupun ulah manusia kecerobohan kebocoran pipa, tanggul yang jebol, atau hanya sekedar membuang sampah sembarangan.

Dampak yang ditimbulkan oleh banjir pun beragam, mulai dari kerusakan fisik, kehilangan rumah, harta dan keluarga, wabah penyakit, gagal panen, terganggunya jalur transportasi, persediaan air yang terkontaminas, dan Perekonomian yang menurun disebabkan oleh banyak hal.

Lalu apakah banjir merupakan masalah sosial?
Menurut saya, Ya. Melihat dampak yang di timbulkan serta sebabnya yang salah satunya bisa terjadi karena ulah manusia, maka dapat saya simpulkan bahwa banjir merupakan masalah sosial. Beberapa blog yang saya temukan pun menganggap demikian.

Banjir mungkin dapat membuat seorang anak putus sekolah, membuat seorang ayah kehilangan putranya, atau membuat seorang anak menjadi sebatang kara. Itu adalah hal yang sangat di luar dugaan dari penyebab banjir itu sendiri. Bayangkan seorang anak harus kehilangan keluarganya hanya karena genangan air raksasa. Saya rasa sedetik pun hal itu tidak pernah terlintas di pikiran anak itu.

Kehilangan yang tiba-tiba dapat membuat kepribadian seseorang dan kehidupan sosialnya berantakan dan berubah drastis. Dan kehidupan sosialnya, sudah pasti mempengaruhi hidup dan pengaruh sosial kepada orang lain.

Mengatasi banjir menurut saya tidak bisa di percayakan kepada pemerintah. Sampai kapanpun, masalah banjir ini tidak akan pernah selesai kalau di serahkan kepada pemerintah, karena pemerintah mengetahui banjir hanya berdasarkan observasi. Sedangkan masyarakat yang merasakannya. Oleh karena itu, hanya masyarakat yang bisa menyelesaikan ini sendiri.

Kita tidak butuh modal untuk menghentikan banjir, yang kita butuhkan hanya kekuatan dan kesadaran. Lihatlah jepang, kenapa mereka tidak rentan terhadap banjir? Karena masyarakat Jepang disiplin. Membuang sampah di Jepang itu langsung kena pidana. Ketika mereka ingin membuang sampah namun tidak ada tempat sampah, mereka mengantungi sampah mereka terlebih dahulu sampai mereka menemukan tempat sampah. Tidak peduli apakah mereka sedang memakai pakaian bebas atau bahkan sedang berjas. Dan mereka tidak malu melakukannya.

Bandingkan dengan Indonesia. Meskipun ada hukum yang mengatur tentang membuang sampah sembarangan, hukum tersebut tidak di tegakan. Banyak orang yang dengan lenggangnya membuang sampah sembarangan tanpa merasa berdosa sedikitpun. Membuang rokok sembarangan seolah itu adalah hal yang keren. Atau melempar sampah dari kaca mobil tanpa peduli apakah ada yang melihat atau tidak. Kalau hal ini masih kita lakukan, kita tidak boleh mengeluh jika negara ini terus dilanda banjir.

Mungkin jika kita meniru kedisiplinan orang Jepang, tidak akan berubah dalam waktu dekat. Tapi coba rasakanlah seminggu atau dua minggu anda melakukan hal itu. Mungkin anda akan merasakan perbedaan yang sangat mendalam.

Intinya adalah, kita tidak bisa mengharapkan pemerintah membereskan masalah banjir ini, karena masyarakat yang lebih tahu. Satu-satunya cara adalah memulai dari diri sendiri.

Sekian dari saya. Kurang lebihnya mohon maaf.
Wassalamu'alaikum....
Kamis, 03 Januari 2013
Posted by San

Masalah Kependudukan

Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan, tapi dari sisi lain juga bisa menjadi beban oleh negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Robert Malthus yang datang di akhir abad ke 18 dengan teorinya, pada dasarnya menyatakan bahwa penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan. Menurut Malthus laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tak akan pernah terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya bertambah secara deret hitung. Namun pada akhir abad ke XX teori Malthus ini mulai dibantah oleh pakar kependudukan dan pakar ekonomi. Alasan teori ini mulai ketinggalan disebabkan telah berhasilnya beberapa negara mengurangi laju pertumbuhan penduduk, sementara dari sisi produksi telah berhasil ditingkatkan melalui kemajuan terknologi.
Teori Malthus ini pada dasarnya beranjak dari dua gagasan utama: 1) manusia selalu memerlukan sandang pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan 2) nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan berubah sifatnya.
1. Masalah Kependudukan
Masalah penduduk dan kependudukan dapat kita soroti dengan pendekatan sistem. Sistem adalah suatu totalitas bagian (satuan komponen) yang terdiri dari berbagai sub komponen yang saling berkaitan, saling tergantung, berinteraksi, saling menentukan sehingga membentuk suatu kesatuan yang terpadu dan harus diperhitungkan dalam setiap mengambil keputusan.
Kebijaksanaan kependudukan nasional pada hakikatnya bertujuan mempengaruhi sistem demografi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem-sistem yang lain dalam makrosistem kependudukan, untuk membawa penduduk kepada suatu keadaan di mana ciri dan perilaku demografinya menguntungkan bagi pembangunan nasional yang pada hakikatnya merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri.
Sebagai fenomena yang sudah menjadi masalah dapat disebut antara lain: 1) tekanan-tekanan pada usaha peningkatan ekonomi karena jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang cepat; 2) tekanan-tekanan pada usaha pembangunan, pendidikan dan tenaga kerja karena komposisi penduduk yang muda dan pertambahan yang cepat dari golongan penduduk usia sekolah dan tenaga kerja; dan 3) masalah-masalah pada usaha keamanan dan pembangunan daerah karena tidak terpenuhinya kesempatan kerja dan kepadatan penduduk yang tinggi yang tidak merata.
Kebijaksanaan dalam bidang-bidang pembangunan yang lain pada hakikatnya tertujuan pada peningkatan kualitas hidup melalui sistem-sistem diluar sistem demografi tersebut dan sebagian dari kebijaksanaan tersebut selain tertuju untuk mengatasi masalah juga dapat secara langsung mempengaruhi sistem demografi.
2. Kebijaksanaan Kependudukan
Kebijaksanaan itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan serta usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Selanjutnya secara terperinci mengenai kebijaksanaan kependudukan di Indonesia pada masa lalu dinyatakan sebagai berikut:
a). Kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh dan terpadu perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan serta diarahkan untuk menunjang peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya.
b). Pelaksanaan kebijaksanaan dan program-program kependudukan yang meliputi antara lain pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian anak-anak, perpanjangan harapan hidup, penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang lebih serasi dan seimbang.
c). Program keluarga berencana berperan ganda, ialah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujutkan keluarga kecil sejahtera serta mengendalikan pertumbuhan penduduk.
d). Dalam rangka pengendalian pertumbuhan penduduk perlu diambil langkah-langkah untuk mempercepat turunnya tingkat kelahiran.
e). Jumlah peserta keluarga berencana perlu makin ditingkatkan atas dasar kesadaran dan secara sukarela dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
f). Penanganan dan pendidikan mengenai masalah kependudukan bagi seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda, perlu ditingkatkan dan lebih diperluas.
3. Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Dari segi lingkungan, masalah pemukiman adalah masalah penduduk. Ketika manusia berjumlah terbatas dan hidup serba sahaja, maka cara hidup dan bermukin manusia diserasikan dengan lingkungan alam. Waktu itu kita tidak mengenal masalah lingkungan hidup. Tapi manusia bertambah banyak dan akal pikirannya berkembang, sehingga cara hidup dan bermukim tidak lagi diserasikan dengan lingkungan alam. Malah sebaliknya lingkungan yang diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dirombak untuk membangun berbagai bentuk perumahan dengan fasilitas pelayanan hidup yang bermacam-macam, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, hiburan atau pasar yang harus ditunjang oleh prasarana jalan, angkutan, listrik, air minum dan sebagainya.
Sebagai suatu rangkaian, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah, permukimannya terus berkembang, dan pengaruhnya kepada lingkungan hidup makin besar pula. Peledakan penduduk menyebabkan pula membesarnya lagi urbanisasi, sehingga tidak ada satu kotapun yang mampu menampung arus penghuni baru yang datang dari daerah pedesaan. Karena kota tidak mampu menampung arus yang datang akibatnya pengangguran di kota makin lama makin membengkak. Daerah pemukiman bertambah luas, sampah berserakan dimana-mana, persediaan air yang sehat tidak dapat memenuhi kebutuhan dan akibatnya wabah penyakit menyerang masyarakat.
Proyek seperti perumahan dibangun, pasar diperbaiki, pedagang kakilima dilokalisasi, jalan-jalan diperbesar dan diperbaiki, akan tetapi bersamaan dengan pembangunan tersebut timbul masalah lain, masalah harga tanah yang terus-menerus meningkat yang menimbulkan spekulasi dan masalah penyediaan perumahan bagi golongan yang kurang mampu.
4. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Di negara-negara yang anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang. Akibatnya, banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap pendidikan universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masayakat buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana-mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan latihan-latihan teknis. Mereka adalah orang-orang yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia ditekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program persamaan/perimbangan antara laki-laki dan wanita, pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini.
Pertambahan penduduk yang cepat menghambat program-program perluasan pendidikan, juga mengarah pada aptisme di dunia yang kesulitan untuk mengatasinya.
Tingkat pendidikan adalah sangat menentukan sebagai alat menyampaikan informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan dan untuk meransang penerimaan gagasan-gagasan baru.
5. Masalah Kemiskinan
Salah satu wabah penyakit yang menyerang negara-negara sedang berkembang dewasa ini adalah kemiskinan berserta saudara kembarnya keterbelakangan. Karena dalam kenyataannya kedua hal itu melemahkan fisik dan mental manusia yang tentunya mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan.
Pembangunan di negara-negara sedang berkembang bukan hanya meningkatan pendapatan nasional, tidak lagi hanya menambah produksi barang-barang dan jasa-jasa, tetapi pembangunan mengandung pula unsur membangun manusia jasmaniah, rohaniah dan mengubah nasib manusia untuk keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Untuk mengatasi ini pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa upaya diantaranya; BIMAS, BUUD/KUD, Kredit Candak Kulak, SD INPRES, dimasa orde baru dicanangkan 8 jalur pemerataan, dan terakhir ini dicanangkan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Pada masa reformasi dikembangkan berbagai jenis kebijakan pembangunan, antara lain: kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) untuk petani di pedesaan, usaha ekonomi desa (UED), kredit usaha rakyat (KUR). Begitu juga untuk memacu kualitas sumberdaya manusia pemerintah mewajibkan setiap penduduk Indonesia minimal pendidikannya setingkat dengan sekolah lanjutan pertama (SLTP) atau dikenal dengan program wajib belajar sembilan tahun (Wajar 9 tahun), bahkan beberapa daerah di Indonesia telah mengembangkan wajib belajar 12 tahun.
6. Sebab-sebab Kemiskinan
Sebab-sebab kemiskinan yang pokok bersumber dari empat hal, yaitu mentalitas si miskin itu sendiri, minimnya keterampilan yang dimiliki, ketidakmampuannya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang disediakan, dan peningkatan jumlah penduduk yang berlebihan. Sesungguhnya keempat hal ini dalam kenyataannya kait mengait.
Apabila orang telah terperangkap dalam jurang kemiskinan, dan tidak lagi melihat untuk keluar dari jurang itu, maka ia cenderung mengambil sikap "nerimo" dalam bahasa Jawanya atau accommodation. Sikap ini bukanlah sikap yang seluruhnya irasional.
Dari pandangan lain kemiskinan juga identik dengan keterbelakangan. Hal ini akan menyulitkan atau menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi. Keterkaitan ini dapat dilihat pada Gambar 10. Masyarakat yang berpenghasilan renadah kemampuan menabung dan pembentukan investasi baik dari sisi modal maupuan keterampilam sangat kecil. Kondisi ini berdampak terhadap daya saing meraih peluang kerja. Dari sisi lain masyarakat yang berpenghasilan rendah, lebih banyak memanfaatkan tenaganya disbanding pemanfaatan pemikirannya, sehingga berdampak kepada tingkat kesuburannya yang tinggi. Kondisi tersebut akan mempertinggi tingkat reproduksi sehingga tingkat kelahiran juga tinggi dilingkungannya. 




almasdi.unri.ac.id

Oleh: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP: Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan, Lembaga Penelitian Universitas Riau
Sabtu, 24 November 2012
Posted by San

Konflik SARA

Perbedaan akan selalu menjadi masalah sosial yang tidak akan pernah berakhir, karena perbedaan itu sendiri pun tidak akan pernah berakhir. Bagaimana tidak? Setiap manusia, setiap pribadi itu berbeda satu sama lain. Ada yang kulit hitam dan ada yang kulit putih, Si mata sipit dengan si mata besar, dan sebagainya. Perbedaan akan selalu kita temui, bahkan si kembar pun mungkin akan berselisih karena berbeda pendapat. Namun bagaimana kita menyikapinya?
Dalam tulisan saya kali ini, saya menuliskan beberapa pengalaman yang pernah saya temui.
Pertama-tama kasus kesenjangan dan konflik sosial ini datangnya dari perbedaan agama. Saya memiliki seorang teman, panggilannya Epen. Dia adalah orang nasrani, Kristen Protestan. Sewaktu SD kita sering bermain bersama-sama, sampai suatu saat ada teman yang membedakan dia dengan saya dan teman-teman lainnya, hanya karena kita Islam sedangkan dia Kristen. Kesenjangan dan masalah sosial pun terjadi hanya karena perbedaan agama. Saya dengan dia bertemu lagi saat SMA 12. Kami sekelas pada saat itu. Suatu saat saya dengan dia akan mengerjakan tugas yang harus di kumpulkan saat itu juga. Karena suasana sekolah sedang class meeting, saya mengajaknya untuk mengerjakan tugas itu di masjid saja yang sedikit tenang, itung-itung saya dapat menjalankan shalat Dhuha. Ketika dia masuk, ada salah seorang siswa mengejeknya dan mengusirnya dengan dalih orang Kristen tidak boleh masuk Masjid.
Kedua adalah Perbedaan ras/etnis. Hal ini juga membuat saya bingung, kenapa konflik harus terjadi hanya karena perbedaan etnis. Ini mengingatkan saya dengan tragedi Mei 1998, dimana terjadi kesenjangan sosial antara Pribumi terhadap etnis Cina. Jika saya tidak salah, hal ini sempat menimbulkan kerusuhan yang cukup parah. Hingga akhirnya muncul kebijakan yang melindungi etnis Cina sebagai Warga Negara Indonesia juga. Padahal setelah saya baca dari beberapa referensi, bangkitnya perbedaan dan konflik antara ras Pribumi dengan etnis Cina disebabkan oleh politik adu domba (Divide et Impera) Belanda pada masa penjajahan. Penjajah memberikan kebebasan berdagand kepada etnis Cina yang didatangkan dari daratan Tiongkok, yang pada akhirnya arus imigran ini tidak dapat dibendung. Maka dibuatlah suatu kerusuhan rasial. Sarikat Dagang Islam yang didirikan pada zaman penjajahan juga menjadi salah satu faktor orang-orang pribumi yang beragama islam ingin membendung dominasi etnis Cina dalam berdagang. Namun sayang, dalam perjalanan untuk membendung dominasi yang tadinya berbasis politik dagang, menjadi politik kebencian kepada ras Cina dengan mengatasnamakan “Agama Islam”. Untuk menggusur eksistensi ras Cina, kerusuhan demi kerusuhan anti cina muncul.
Sungguh disayangkan, hanya karena hal sepele, yang menurut saya bukanlah sebuah masalah dan tidak perlu dipermasalahkan, harus berakhir dengan pertumpahan darah, dan akhirnya dibayar dengan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya sosialisasi, atau sadar hukum dari setiap orang. Namun tidak menutup kemungkinan adanya faktor pemicu keributan, seperti oknum tidak bertanggung jawab dan lain-lain. Padahal, persaudaraan dan kekeluargaan akan terasa hangat dan erat ketika kita berhasil bergabung dan menjalin persaudaraan dengan orang-orang dari berbagai suku, etnis, ras, dan agama yang berbeda. Saya pun demikian. Saya memiliki teman dari berbagai etnis dan agama yang berbeda, karena saya suka berbagi pandangan hidup.
Perbedaan adalah hal kecil, namun menyikapinya butuh kedewasaan.
Rabu, 31 Oktober 2012
Posted by San

Permennya Lupa Dimakan


Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.
Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil
dan menikmati kelezatan mereka.
Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia
simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut
tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu
langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.
Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat
gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki
itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen
lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk?
Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu
juga sangat lezat.” Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa
sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan
membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas
karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun
menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”
Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
“Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu
sudah sangat jauh di depan saya.” “Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya
lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib
bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang
sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen
yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal
yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan
dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan
permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu
untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen
itu ke dalam tas karungnya.
Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan
ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa
banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya
menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati,
“Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.
Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita
lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi
Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk
menikmatinya dan menjadi bahagia.
Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya
tanyakan pertanyaan tersebut kepada anda, mungkin anda akan
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…
nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya
lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian
saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… ”
Pemikiran ‘nanti’ itu membuat kita bekerja sangat keras di saat ‘sekarang’.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa
‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita
telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.
Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita
akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih
damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia
dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen
lolipop.


from : http://emotivasi.com
Jumat, 26 Oktober 2012
Posted by San

Perbedaan Antara Melihat Dan Membayangkan

Ada yang pernah nonton film Jurassic Park 3? itu lho.... yang ceritanya ada orang tua yang mencari anaknya yang terdampar di pulau yang penuh dengan Dinosaurus. ada satu scene yang dimana di scene itu, Dr.Grant sedang curhat dengan Eric. Scene nya begini.
Dr.Grant : "I have a theory that there are two kinds of boys. There are those that want to be Astronomers, and those that want to be Astronauts.The Astronomers or Paleontology, gets to study these amazing things from a place that completely safety."
Eric : "But then you never get to go into space."
Dr.Grant : Exactly, that the difference between imagining and seeing....."
menurut saya, teori ini bener. kenapa? emang begitu kan? coba liat sekeliling kalian dan perhatikan, ada pekerjaan yang hanya memperhatikan dan ada yang langsung ke lapangan. cuman, kali ini saya akan menghubungkannya ke masalah menjalani perkuliahan ke luar negeri.
mau kuliah ke luar negeri? mau dong... siapa sih yang gak mau.. saya aja pernah berencana untuk kuliah ke jepang, tapi sayangnya nilai saya kurang, jadi saya gak dapet beasiswanya. tapi kalo menurut saya, kekurangan nilai saya itu ada artinya, nanti akan saya jelaskan.
oke, kalo pertanyaannya seperti yang di atas mungkin kalian gak bingung untuk menjawabnya. tapi, gimana kalo saya ganti?
ehm.... Sudah siap kuliah di Luar Negeri?
bingung? kenapa mesti bingung? pinter kan? nilai rapor tinggi, IPK tinggi, rajin, anak kesayangan dosen lagi. udah siap dong? bener gak? pertanyaan berikutnya, yakin dapet gak?
bingung? kenapa mesti bingung? kan udah pinter, rajin lagi.
sekarang kalo pertanyaanya saya rubah lagi, bisa hidup disana?
bingung? gampang kok, yang penting ada rumah, bisa makan, bisa minum. enak kan?
kalo syarat di atas udah terpenuhi, gak salah kalo kalian dapet kuliah disana. tapi, banyak-banyak berdoa aja ya pas udah sampe sana.

sekarang mari kita luruskan dari segi tujuan dulu. apa tujuan kalian? saya gak nanya apa tujuan kalian kuliah atau ingin bisa kuliah di luar negeri, tapi yang saya tanyakan adalah apa tujuan kalian.
"ingin membahagiakan  orang tua, pengen hidup kaya, biar gengsi, pengen bisa keluar negeri, pengen sukses." kalo tujuan kalian se-cengeng ini, jangan berharap bisa bertahan menuntut ilmu disana. apalagi, kalo pola pikir kalian masih Indonesia banget.
mari kita bahas kedua pertanyaan saya diatas. pertama adalah masalah kesiapan. sudah siap? saya tidak bertanya fisik, psikis, materi, atau otak anda, saya bertanya kesiapan anda secara total. alasan kenapa nilai saya jelek adalah karena kesiapan. saya gak yakin kalo nilai UN saya sejelek itu, tapi mungkin ada faktor lain yang membuat saya mendapatkan nilai jelek itu, dan itu dikarenakan saya belum siap ke jepang. saya tidak tau kenapa dan apa, tapi yang jelas, ada yang gak bisa saya tinggal di Indonesia. sekarang coba tanya diri sendiri, adakah yang gak bisa anda tinggalkan di kampung halaman anda Indonesia?
saya kasih contoh sederhana.
saya pernah berbincang dengan teman saya dan bertanya kepada dia, kenapa memilih kampus Gunadarma, apalagi di kalimalang, apakah tidak bosan belasan tahun menghabiskan waktu di sini-sini saja. dia bilang "gw kasian sama orang tua gw, mereka udah tua. kalo gw kuliah jauh, ngabisin duit ortu. kalo ortu sakit dan kita masih disana, gak enak juga."
see? dia bukan anak alim, dia bukan anak yang pinter, dia juga bukan anak yang bener-bener patuh sama ortu, tapi liat! dia bisa ngomong kayak gitu. coba tanya kepada diri anda sendiri. mungkin kalian masih punya utang disini, mungkin orang tua kalian yang gak bisa kalian tinggal, mungkin ada jodoh anda disini, atau sebagainya. pernah gak berpikir kearah situ? atau kalian takut kalo kalian mikir kearah situ akan membuat kalian gak yakin? kalo kalian gak yakin, bagus! karena itu tanda kalo kalian belom siap. tapi kalo hati kalian lega memikirkannya, maka itu tanda kalo kalian siap.
bisa hidup disana?
bocoran sedikit, di jepang, kalian akan menemukan 4 tempat sampah berderet. tempat sampah daur ulang, yang tidak bisa di daur ulang, organik, non-organik, dan kalian harus memasukan sampah ke tempat yang benar. akan ada petugas sampah  rutin yang akan mengambil sampah sesuai jadwal. kalian tidak boleh mengeluarkan sampah di malam sebelum pengambilan sampah atau saat pengambilan sampah. untuk masalah  sampah sendiri, ada pidana yang mengatur tentang sampah dan itu benar-benar di tegakkan, tidak seperti Indonesia.
yah... sedikit sih.... nanti kalo ada waktu saya tambahin. maklum mau ngerjain LA.
see ya!



oh iya, satu lagi. di jepang, kalo kalian naik sepeda, harus memiliki surat ijin dan setiap sepeda memiliki plat nomor.
bagaimana dengan negara lain ya? :D
Kamis, 25 Oktober 2012
Posted by San

Popular Post

Blogger templates

Labels

Blog Archive

ReeCoder. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Categories

Gunadarma Headline News

Me on Google+

- Copyright © Ree San -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -