Tampilkan postingan dengan label Ilmu Sosial Dasar. Tampilkan semua postingan
Banjir
Banjir. Bencana
ini merupakan bencana yang paling umum terjadi di Indonesia, terutama
di Ibukota Jakarta. Masalah ini belum bisa di selesaikan hingga saat
ini, meskipun Indonesia sudah 6 kali ganti Kepala Negara. Banjir
mungkin hanya berbentuk air, tapi kerugiannya tidak sesederjana kata
“hanya”. Wabah penyakit, kehilangan harta, kehilangan nyawa, itu
adalah sebagian kecil akibat yang di timbulkan dari akibat banjir.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya akan membahas 2 pokok
bahasan mengenai banjir.
Pertama adalah,
Apakah banjir merupakan masalah sosial?
Kedua,
Bagaimana cara mengatasi banjir?
Sebelum masuk
ke pokok bahasan, saya akan mengajak anda untuk mengenal banjir
secara mendasar terlebih dahulu. Data yang saya dapat masih
berdasarkan wikipedia.org.
Secara
fundamental, Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air
yang berlebihan merendam daratan. Kata 'aliran air' bisa juga mengacu
pada pasang laut. Banjir memiliki jenis dan penyebab yang cukup
beragam.
Banjir sungai
terjadi dalam dua metode, lambat dan cepat. Banjir sungai yang lambat
dapat terjadi karena endapan air hujan atau pencairan salju yang
melebihi kapasitas saluran sungai. Sedangkan untuk banjir sungai yang
cepat termasuk banjir bandang, akibat curah hujan yang konvektif,
tanah longsor ataupun gletser.
Banjir pantai
biasanya terjadi karena tsunami ataupun badai laut besar. Banjir juga
dapat terjadi akibat bencana alam lainnya seperti gempa bumi, ataupun
ulah manusia kecerobohan kebocoran pipa, tanggul yang jebol, atau
hanya sekedar membuang sampah sembarangan.
Dampak yang
ditimbulkan oleh banjir pun beragam, mulai dari kerusakan fisik,
kehilangan rumah, harta dan keluarga, wabah penyakit, gagal panen,
terganggunya jalur transportasi, persediaan air yang terkontaminas,
dan Perekonomian yang menurun disebabkan oleh banyak hal.
Lalu apakah
banjir merupakan masalah sosial?
Menurut saya,
Ya. Melihat dampak yang di timbulkan serta sebabnya yang salah
satunya bisa terjadi karena ulah manusia, maka dapat saya simpulkan
bahwa banjir merupakan masalah sosial. Beberapa blog yang saya
temukan pun menganggap demikian.
Banjir mungkin
dapat membuat seorang anak putus sekolah, membuat seorang ayah
kehilangan putranya, atau membuat seorang anak menjadi sebatang kara.
Itu adalah hal yang sangat di luar dugaan dari penyebab banjir itu
sendiri. Bayangkan seorang anak harus kehilangan keluarganya hanya
karena genangan air raksasa. Saya rasa sedetik pun hal itu tidak
pernah terlintas di pikiran anak itu.
Kehilangan yang
tiba-tiba dapat membuat kepribadian seseorang dan kehidupan sosialnya
berantakan dan berubah drastis. Dan kehidupan sosialnya, sudah pasti
mempengaruhi hidup dan pengaruh sosial kepada orang lain.
Mengatasi
banjir menurut saya tidak bisa di percayakan kepada pemerintah.
Sampai kapanpun, masalah banjir ini tidak akan pernah selesai kalau
di serahkan kepada pemerintah, karena pemerintah mengetahui banjir
hanya berdasarkan observasi. Sedangkan masyarakat yang merasakannya.
Oleh karena itu, hanya masyarakat yang bisa menyelesaikan ini
sendiri.
Kita tidak
butuh modal untuk menghentikan banjir, yang kita butuhkan hanya
kekuatan dan kesadaran. Lihatlah jepang, kenapa mereka tidak rentan
terhadap banjir? Karena masyarakat Jepang disiplin. Membuang sampah
di Jepang itu langsung kena pidana. Ketika mereka ingin membuang
sampah namun tidak ada tempat sampah, mereka mengantungi sampah
mereka terlebih dahulu sampai mereka menemukan tempat sampah. Tidak
peduli apakah mereka sedang memakai pakaian bebas atau bahkan sedang
berjas. Dan mereka tidak malu melakukannya.
Bandingkan
dengan Indonesia. Meskipun ada hukum yang mengatur tentang membuang
sampah sembarangan, hukum tersebut tidak di tegakan. Banyak orang
yang dengan lenggangnya membuang sampah sembarangan tanpa merasa
berdosa sedikitpun. Membuang rokok sembarangan seolah itu adalah hal
yang keren. Atau melempar sampah dari kaca mobil tanpa peduli apakah
ada yang melihat atau tidak. Kalau hal ini masih kita lakukan, kita
tidak boleh mengeluh jika negara ini terus dilanda banjir.
Mungkin jika
kita meniru kedisiplinan orang Jepang, tidak akan berubah dalam waktu
dekat. Tapi coba rasakanlah seminggu atau dua minggu anda melakukan
hal itu. Mungkin anda akan merasakan perbedaan yang sangat mendalam.
Intinya adalah,
kita tidak bisa mengharapkan pemerintah membereskan masalah banjir
ini, karena masyarakat yang lebih tahu. Satu-satunya cara adalah
memulai dari diri sendiri.
Sekian dari
saya. Kurang lebihnya mohon maaf.
Wassalamu'alaikum....
Masalah Kependudukan
Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan, tapi dari sisi lain juga bisa menjadi beban oleh negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Robert Malthus yang datang di akhir abad ke 18 dengan teorinya, pada dasarnya menyatakan bahwa
penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan. Menurut Malthus
laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tak akan pernah
terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya bertambah
secara deret hitung. Namun pada akhir abad ke XX teori Malthus ini mulai
dibantah oleh pakar kependudukan dan pakar ekonomi. Alasan teori ini
mulai ketinggalan disebabkan telah berhasilnya beberapa negara
mengurangi laju pertumbuhan penduduk, sementara dari sisi produksi telah
berhasil ditingkatkan melalui kemajuan terknologi.
Teori
Malthus ini pada dasarnya beranjak dari dua gagasan utama: 1) manusia
selalu memerlukan sandang pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
2) nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan
berubah sifatnya.
1. Masalah Kependudukan
Masalah
penduduk dan kependudukan dapat kita soroti dengan pendekatan sistem.
Sistem adalah suatu totalitas bagian (satuan komponen) yang terdiri dari
berbagai sub komponen yang saling berkaitan, saling tergantung,
berinteraksi, saling menentukan sehingga membentuk suatu kesatuan yang
terpadu dan harus diperhitungkan dalam setiap mengambil keputusan.
Kebijaksanaan
kependudukan nasional pada hakikatnya bertujuan mempengaruhi sistem
demografi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
sistem-sistem yang lain dalam makrosistem kependudukan, untuk membawa
penduduk kepada suatu keadaan di mana ciri dan perilaku demografinya
menguntungkan bagi pembangunan nasional yang pada hakikatnya merupakan
usaha untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri.
Sebagai
fenomena yang sudah menjadi masalah dapat disebut antara lain: 1)
tekanan-tekanan pada usaha peningkatan ekonomi karena jumlah penduduk
yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang cepat; 2) tekanan-tekanan
pada usaha pembangunan, pendidikan dan tenaga kerja karena komposisi
penduduk yang muda dan pertambahan yang cepat dari golongan penduduk
usia sekolah dan tenaga kerja; dan 3) masalah-masalah pada
usaha keamanan dan pembangunan daerah karena tidak terpenuhinya
kesempatan kerja dan kepadatan penduduk yang tinggi yang tidak merata.
Kebijaksanaan
dalam bidang-bidang pembangunan yang lain pada hakikatnya tertujuan
pada peningkatan kualitas hidup melalui sistem-sistem diluar sistem
demografi tersebut dan sebagian dari kebijaksanaan tersebut selain
tertuju untuk mengatasi masalah juga dapat secara langsung mempengaruhi
sistem demografi.
2. Kebijaksanaan Kependudukan
Kebijaksanaan
itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang
menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan
serta usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Selanjutnya secara terperinci mengenai kebijaksanaan kependudukan di Indonesia pada masa lalu dinyatakan sebagai berikut:
a). Kebijaksanaan
kependudukan yang menyeluruh dan terpadu perlu dilanjutkan dan makin
ditingkatkan serta diarahkan untuk menunjang peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya.
b). Pelaksanaan kebijaksanaan dan program-program kependudukan yang meliputi antara
lain pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian anak-anak,
perpanjangan harapan hidup, penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang
lebih serasi dan seimbang.
c). Program
keluarga berencana berperan ganda, ialah untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak serta mewujutkan keluarga kecil sejahtera
serta mengendalikan pertumbuhan penduduk.
d). Dalam rangka pengendalian pertumbuhan penduduk perlu diambil langkah-langkah untuk mempercepat turunnya tingkat kelahiran.
e). Jumlah
peserta keluarga berencana perlu makin ditingkatkan atas dasar
kesadaran dan secara sukarela dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
f). Penanganan
dan pendidikan mengenai masalah kependudukan bagi seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda, perlu ditingkatkan dan lebih
diperluas.
3. Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Dari
segi lingkungan, masalah pemukiman adalah masalah penduduk. Ketika
manusia berjumlah terbatas dan hidup serba sahaja, maka cara hidup dan
bermukin manusia diserasikan dengan lingkungan alam. Waktu itu kita
tidak mengenal masalah lingkungan hidup. Tapi manusia bertambah banyak
dan akal pikirannya berkembang, sehingga cara hidup dan bermukim tidak
lagi diserasikan dengan lingkungan alam. Malah sebaliknya lingkungan
yang diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia.
Ruang dirombak untuk membangun berbagai bentuk perumahan dengan
fasilitas pelayanan hidup yang bermacam-macam, seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, hiburan atau pasar yang harus ditunjang oleh
prasarana jalan, angkutan, listrik, air minum dan sebagainya.
Sebagai
suatu rangkaian, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah,
permukimannya terus berkembang, dan pengaruhnya kepada lingkungan hidup
makin besar pula. Peledakan
penduduk menyebabkan pula membesarnya lagi urbanisasi, sehingga tidak
ada satu kotapun yang mampu menampung arus penghuni baru yang datang
dari daerah pedesaan. Karena
kota tidak mampu menampung arus yang datang akibatnya pengangguran di
kota makin lama makin membengkak. Daerah pemukiman bertambah luas,
sampah berserakan dimana-mana, persediaan air yang sehat tidak dapat
memenuhi kebutuhan dan akibatnya wabah penyakit menyerang masyarakat.
Proyek
seperti perumahan dibangun, pasar diperbaiki, pedagang kakilima
dilokalisasi, jalan-jalan diperbesar dan diperbaiki, akan tetapi
bersamaan dengan pembangunan tersebut timbul masalah lain, masalah harga
tanah yang terus-menerus meningkat yang menimbulkan spekulasi dan
masalah penyediaan perumahan bagi golongan yang kurang mampu.
4. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Di
negara-negara yang anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya
menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana
yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang
berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang
terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang. Akibatnya,
banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap pendidikan
universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen
Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masayakat
buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan
pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita.
Hampir di mana-mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan
latihan-latihan teknis. Mereka adalah orang-orang yang mampu menghadapi
tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia ditekan
secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan
penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan
kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan.
Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program
persamaan/perimbangan antara laki-laki dan wanita, pedesaan dan kota,
dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin.
Pengaruh
daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada
keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar
belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan
kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang
dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan
kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan
orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit
masalah ini.
Pertambahan
penduduk yang cepat menghambat program-program perluasan pendidikan,
juga mengarah pada aptisme di dunia yang kesulitan untuk mengatasinya.
Tingkat
pendidikan adalah sangat menentukan sebagai alat menyampaikan informasi
kepada manusia tentang perlunya perubahan dan untuk meransang
penerimaan gagasan-gagasan baru.
5. Masalah Kemiskinan
Salah
satu wabah penyakit yang menyerang negara-negara sedang berkembang
dewasa ini adalah kemiskinan berserta saudara kembarnya keterbelakangan.
Karena dalam kenyataannya kedua hal itu melemahkan fisik dan mental
manusia yang tentunya mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan.
Pembangunan
di negara-negara sedang berkembang bukan hanya meningkatan pendapatan
nasional, tidak lagi hanya menambah produksi barang-barang dan
jasa-jasa, tetapi pembangunan mengandung pula unsur membangun manusia
jasmaniah, rohaniah dan mengubah nasib manusia untuk keluar dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Untuk mengatasi ini pemerintah
Indonesia telah mengambil beberapa upaya diantaranya; BIMAS, BUUD/KUD,
Kredit Candak Kulak, SD INPRES, dimasa orde baru dicanangkan 8 jalur pemerataan, dan terakhir ini dicanangkan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Pada
masa reformasi dikembangkan berbagai jenis kebijakan pembangunan,
antara lain: kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) untuk petani di
pedesaan, usaha ekonomi desa (UED), kredit usaha rakyat (KUR). Begitu
juga untuk memacu kualitas sumberdaya manusia pemerintah mewajibkan
setiap penduduk Indonesia minimal pendidikannya setingkat dengan sekolah
lanjutan pertama (SLTP) atau dikenal dengan program wajib belajar
sembilan tahun (Wajar 9 tahun), bahkan beberapa daerah di Indonesia telah mengembangkan wajib belajar 12 tahun.
6. Sebab-sebab Kemiskinan
Sebab-sebab
kemiskinan yang pokok bersumber dari empat hal, yaitu mentalitas si
miskin itu sendiri, minimnya keterampilan yang dimiliki,
ketidakmampuannya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
disediakan, dan peningkatan jumlah penduduk yang berlebihan.
Sesungguhnya keempat hal ini dalam kenyataannya kait mengait.
Apabila
orang telah terperangkap dalam jurang kemiskinan, dan tidak lagi
melihat untuk keluar dari jurang itu, maka ia cenderung mengambil sikap
"nerimo" dalam bahasa Jawanya atau accommodation. Sikap ini bukanlah sikap yang seluruhnya irasional.
Dari
pandangan lain kemiskinan juga identik dengan keterbelakangan. Hal ini
akan menyulitkan atau menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi.
Keterkaitan ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Masyarakat yang berpenghasilan renadah kemampuan menabung dan
pembentukan investasi baik dari sisi modal maupuan keterampilam sangat
kecil. Kondisi ini berdampak terhadap daya saing meraih peluang kerja.
Dari sisi lain masyarakat yang berpenghasilan rendah, lebih banyak
memanfaatkan tenaganya disbanding pemanfaatan pemikirannya, sehingga
berdampak kepada tingkat kesuburannya yang tinggi. Kondisi tersebut akan
mempertinggi tingkat reproduksi sehingga tingkat kelahiran juga tinggi
dilingkungannya.
almasdi.unri.ac.id
Oleh: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP: Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan, Lembaga Penelitian Universitas Riau
Konflik SARA
Perbedaan akan selalu menjadi masalah sosial yang tidak akan pernah berakhir, karena perbedaan itu sendiri pun tidak akan pernah berakhir. Bagaimana tidak? Setiap manusia, setiap pribadi itu berbeda satu sama lain. Ada yang kulit hitam dan ada yang kulit putih, Si mata sipit dengan si mata besar, dan sebagainya. Perbedaan akan selalu kita temui, bahkan si kembar pun mungkin akan berselisih karena berbeda pendapat. Namun bagaimana kita menyikapinya?
Dalam tulisan saya kali ini, saya menuliskan beberapa pengalaman yang pernah saya temui.
Pertama-tama kasus kesenjangan dan konflik sosial ini datangnya dari perbedaan agama. Saya memiliki seorang teman, panggilannya Epen. Dia adalah orang nasrani, Kristen Protestan. Sewaktu SD kita sering bermain bersama-sama, sampai suatu saat ada teman yang membedakan dia dengan saya dan teman-teman lainnya, hanya karena kita Islam sedangkan dia Kristen. Kesenjangan dan masalah sosial pun terjadi hanya karena perbedaan agama. Saya dengan dia bertemu lagi saat SMA 12. Kami sekelas pada saat itu. Suatu saat saya dengan dia akan mengerjakan tugas yang harus di kumpulkan saat itu juga. Karena suasana sekolah sedang class meeting, saya mengajaknya untuk mengerjakan tugas itu di masjid saja yang sedikit tenang, itung-itung saya dapat menjalankan shalat Dhuha. Ketika dia masuk, ada salah seorang siswa mengejeknya dan mengusirnya dengan dalih orang Kristen tidak boleh masuk Masjid.
Kedua adalah Perbedaan ras/etnis. Hal ini juga membuat saya bingung, kenapa konflik harus terjadi hanya karena perbedaan etnis. Ini mengingatkan saya dengan tragedi Mei 1998, dimana terjadi kesenjangan sosial antara Pribumi terhadap etnis Cina. Jika saya tidak salah, hal ini sempat menimbulkan kerusuhan yang cukup parah. Hingga akhirnya muncul kebijakan yang melindungi etnis Cina sebagai Warga Negara Indonesia juga. Padahal setelah saya baca dari beberapa referensi, bangkitnya perbedaan dan konflik antara ras Pribumi dengan etnis Cina disebabkan oleh politik adu domba (Divide et Impera) Belanda pada masa penjajahan. Penjajah memberikan kebebasan berdagand kepada etnis Cina yang didatangkan dari daratan Tiongkok, yang pada akhirnya arus imigran ini tidak dapat dibendung. Maka dibuatlah suatu kerusuhan rasial. Sarikat Dagang Islam yang didirikan pada zaman penjajahan juga menjadi salah satu faktor orang-orang pribumi yang beragama islam ingin membendung dominasi etnis Cina dalam berdagang. Namun sayang, dalam perjalanan untuk membendung dominasi yang tadinya berbasis politik dagang, menjadi politik kebencian kepada ras Cina dengan mengatasnamakan “Agama Islam”. Untuk menggusur eksistensi ras Cina, kerusuhan demi kerusuhan anti cina muncul.
Sungguh disayangkan, hanya karena hal sepele, yang menurut saya bukanlah sebuah masalah dan tidak perlu dipermasalahkan, harus berakhir dengan pertumpahan darah, dan akhirnya dibayar dengan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya sosialisasi, atau sadar hukum dari setiap orang. Namun tidak menutup kemungkinan adanya faktor pemicu keributan, seperti oknum tidak bertanggung jawab dan lain-lain. Padahal, persaudaraan dan kekeluargaan akan terasa hangat dan erat ketika kita berhasil bergabung dan menjalin persaudaraan dengan orang-orang dari berbagai suku, etnis, ras, dan agama yang berbeda. Saya pun demikian. Saya memiliki teman dari berbagai etnis dan agama yang berbeda, karena saya suka berbagi pandangan hidup.
Perbedaan adalah hal kecil, namun menyikapinya butuh kedewasaan.
Permennya Lupa Dimakan
Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.
Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil
dan menikmati kelezatan mereka.
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.
Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil
dan menikmati kelezatan mereka.
Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia
simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut
tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu
langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia
simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut
tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu
langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.
Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat
gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki
itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen
lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk?
Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu
juga sangat lezat.” Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa
sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan
membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas
karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun
menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”
gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki
itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen
lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk?
Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu
juga sangat lezat.” Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa
sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan
membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas
karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun
menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”
Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
“Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu
sudah sangat jauh di depan saya.” “Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya
lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib
bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang
sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen
yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal
yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
“Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu
sudah sangat jauh di depan saya.” “Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya
lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib
bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang
sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen
yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal
yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan
dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan
permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu
untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen
itu ke dalam tas karungnya.
dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan
permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu
untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen
itu ke dalam tas karungnya.
Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan
ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa
banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya
menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati,
“Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.
ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa
banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya
menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati,
“Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.
Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita
lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi
Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk
menikmatinya dan menjadi bahagia.
lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi
Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk
menikmatinya dan menjadi bahagia.
Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya
tanyakan pertanyaan tersebut kepada anda, mungkin anda akan
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…
nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya
lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian
saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… ”
tanyakan pertanyaan tersebut kepada anda, mungkin anda akan
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…
nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya
lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian
saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… ”
Pemikiran ‘nanti’ itu membuat kita bekerja sangat keras di saat ‘sekarang’.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa
‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita
telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa
‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita
telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.
Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita
akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih
damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia
dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen
lolipop.
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita
akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih
damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia
dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen
lolipop.
from : http://emotivasi.com
Perbedaan Antara Melihat Dan Membayangkan
Ada yang pernah nonton film Jurassic Park 3? itu lho.... yang ceritanya ada orang tua yang mencari anaknya yang terdampar di pulau yang penuh dengan Dinosaurus. ada satu scene yang dimana di scene itu, Dr.Grant sedang curhat dengan Eric. Scene nya begini.
Dr.Grant : "I have a theory that there are two kinds of boys. There are those that want to be Astronomers, and those that want to be Astronauts.The Astronomers or Paleontology, gets to study these amazing things from a place that completely safety."
Eric : "But then you never get to go into space."
Dr.Grant : Exactly, that the difference between imagining and seeing....."
menurut saya, teori ini bener. kenapa? emang begitu kan? coba liat sekeliling kalian dan perhatikan, ada pekerjaan yang hanya memperhatikan dan ada yang langsung ke lapangan. cuman, kali ini saya akan menghubungkannya ke masalah menjalani perkuliahan ke luar negeri.
mau kuliah ke luar negeri? mau dong... siapa sih yang gak mau.. saya aja pernah berencana untuk kuliah ke jepang, tapi sayangnya nilai saya kurang, jadi saya gak dapet beasiswanya. tapi kalo menurut saya, kekurangan nilai saya itu ada artinya, nanti akan saya jelaskan.
oke, kalo pertanyaannya seperti yang di atas mungkin kalian gak bingung untuk menjawabnya. tapi, gimana kalo saya ganti?
ehm.... Sudah siap kuliah di Luar Negeri?
bingung? kenapa mesti bingung? pinter kan? nilai rapor tinggi, IPK tinggi, rajin, anak kesayangan dosen lagi. udah siap dong? bener gak? pertanyaan berikutnya, yakin dapet gak?
bingung? kenapa mesti bingung? kan udah pinter, rajin lagi.
sekarang kalo pertanyaanya saya rubah lagi, bisa hidup disana?
bingung? gampang kok, yang penting ada rumah, bisa makan, bisa minum. enak kan?
kalo syarat di atas udah terpenuhi, gak salah kalo kalian dapet kuliah disana. tapi, banyak-banyak berdoa aja ya pas udah sampe sana.
sekarang mari kita luruskan dari segi tujuan dulu. apa tujuan kalian? saya gak nanya apa tujuan kalian kuliah atau ingin bisa kuliah di luar negeri, tapi yang saya tanyakan adalah apa tujuan kalian.
"ingin membahagiakan orang tua, pengen hidup kaya, biar gengsi, pengen bisa keluar negeri, pengen sukses." kalo tujuan kalian se-cengeng ini, jangan berharap bisa bertahan menuntut ilmu disana. apalagi, kalo pola pikir kalian masih Indonesia banget.
mari kita bahas kedua pertanyaan saya diatas. pertama adalah masalah kesiapan. sudah siap? saya tidak bertanya fisik, psikis, materi, atau otak anda, saya bertanya kesiapan anda secara total. alasan kenapa nilai saya jelek adalah karena kesiapan. saya gak yakin kalo nilai UN saya sejelek itu, tapi mungkin ada faktor lain yang membuat saya mendapatkan nilai jelek itu, dan itu dikarenakan saya belum siap ke jepang. saya tidak tau kenapa dan apa, tapi yang jelas, ada yang gak bisa saya tinggal di Indonesia. sekarang coba tanya diri sendiri, adakah yang gak bisa anda tinggalkan di kampung halaman anda Indonesia?
saya kasih contoh sederhana.
saya pernah berbincang dengan teman saya dan bertanya kepada dia, kenapa memilih kampus Gunadarma, apalagi di kalimalang, apakah tidak bosan belasan tahun menghabiskan waktu di sini-sini saja. dia bilang "gw kasian sama orang tua gw, mereka udah tua. kalo gw kuliah jauh, ngabisin duit ortu. kalo ortu sakit dan kita masih disana, gak enak juga."
see? dia bukan anak alim, dia bukan anak yang pinter, dia juga bukan anak yang bener-bener patuh sama ortu, tapi liat! dia bisa ngomong kayak gitu. coba tanya kepada diri anda sendiri. mungkin kalian masih punya utang disini, mungkin orang tua kalian yang gak bisa kalian tinggal, mungkin ada jodoh anda disini, atau sebagainya. pernah gak berpikir kearah situ? atau kalian takut kalo kalian mikir kearah situ akan membuat kalian gak yakin? kalo kalian gak yakin, bagus! karena itu tanda kalo kalian belom siap. tapi kalo hati kalian lega memikirkannya, maka itu tanda kalo kalian siap.
bisa hidup disana?
bocoran sedikit, di jepang, kalian akan menemukan 4 tempat sampah berderet. tempat sampah daur ulang, yang tidak bisa di daur ulang, organik, non-organik, dan kalian harus memasukan sampah ke tempat yang benar. akan ada petugas sampah rutin yang akan mengambil sampah sesuai jadwal. kalian tidak boleh mengeluarkan sampah di malam sebelum pengambilan sampah atau saat pengambilan sampah. untuk masalah sampah sendiri, ada pidana yang mengatur tentang sampah dan itu benar-benar di tegakkan, tidak seperti Indonesia.
yah... sedikit sih.... nanti kalo ada waktu saya tambahin. maklum mau ngerjain LA.
see ya!
oh iya, satu lagi. di jepang, kalo kalian naik sepeda, harus memiliki surat ijin dan setiap sepeda memiliki plat nomor.
bagaimana dengan negara lain ya? :D