Archive for Juni 2013
Manusia dan Keadilan
PENGERTIAN KEADILAN
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan
manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem
yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua
orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran
yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau
hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima
bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut
disebut tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga
yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya
dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan.
Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan
bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan
kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan
dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak
sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing
telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai
tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu
adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban.
Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban.
Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa
yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama.
Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah
dari berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang
berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap
dan dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun pada
wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di indonesia tidak
adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet mendapatkan masa
kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor lah yang mencuri uang
rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu. Bahkan koruptor bisa mendapatkan
fasilitas yang istimewa bahkan seperti apartemen didalam penjara.
KEADILAN SOSIAL
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah
yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap
manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan
kebijakannya masing-masing.
5 Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan
sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci
perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk
mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan
dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur
pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya
pangan, sandang dan perumahan.
2. Pemerataan memperoleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3. Pemerataan pembagian
pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja.
5. Pemerataan kesempatan berusaha.
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran
pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8. Pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan.
BERBAGAI MACAM
KEADILAN
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi
rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu
masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat
dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu
disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
b) Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana
hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara
tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh:
Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus
dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja.
Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan
tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c) Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai
seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi
lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien
menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum
berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi
karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah
tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan
kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.
Buku MKDU : ILMU BUDAYA DASAR karangan Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma
Manusia dan Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah yang berarti tidak
tenteramnya hati. Selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, dan cemas.
Sehingga kegelisahan menggambarkan seseorang yang tidak tenteram hati maupun
perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya.
Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan.
Karena itu dalam kehidupan sehari-hari, kegelisahan juga diartikan sebagai
kecemasan, kekhawatiran, ataupun ketakutan.
Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat bahwa ada 3
macam kecemasan yang menimpa manusia yaitu kecemasan kenyataan (objektif),
kecemasan neorotik, dan kecemasan moril.
a) Kecemasan obyektif/kenyataan
Kecemasan obyektif adalah suatu pengalaman perasaan sebagai
akibat pengamatan suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan
dalam lingkungan sesorang yang mengancam untuk mencelakakannya. Pengalaman
bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, dalam arti kata
bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut kalau ia berada di
dekat dengan benda- benda tertentu atau keadaan tertentu dari lingkungannya.
Misalnya, ketakuatn terhadap kegelapan mungkin merupakan pembawaan dari
generasi sebelumnya.
Rasa ketakutan atau kecemasan ini lebih mudah diperoleh
selama masih bayi atau kanak- kanak, karena organisme yang masih muda lemah
dalam menghadapi bahaya- bahaya dari luar dan sering kali dikuasai oleh
ketakutan egonya belum berkembang sampai titik, dimana organisme dapat
menguasai rangsangan- rangsangan yang jumlahnya berlebihan. Itulah sebabnya
kita perlu melindungi anak yang masih kecil terhadap pengalaman- pengalaman
traumatic (pengalaman kecemasan).
b) Kecemasan neurotis (saraf)
ditimbulkan oleh suatu pengamatan tentang bahaya dari
naluriah. Kecemasan neurotis selalu berdasarkan kecemasan tentang kenyataan,
dalam arti kata bahwa seseorang harus menghubungkan suatu tuntutan naluriah
dengan bahaya dari luar sebelum ia belajar merasa takut terhadap naluri- nalurinya.
Kecemasan neurotis dapat dibedakan dalam tiga bentuk:
1. Bentuk kecemasan
yang berkisar dengan bebas dan menyesuaikan dirinya dengan segera pada keadaan
lingkungan yang kira- kira cocok. Kecemasan semacam ini menjadi sifat dari
seseorang yang gelisah, yang selalu mengira bahwa sesuatu yang hebat akan
terjadi.
2. Bentuk ketakutan
yang tegang dan irasional (phobia). Sifat khusus dari pobia adalah bahwa,
intensitif ketakutan melebihi proporsi yang sebenarnya dari objek yang
ditakutkannya. Misalnya, seorang gadis takut memegang benda yang terbuat dari
karet. Ia tidak mengetahui sebab ketakutan tersebut, setelah di analisis;
ketika masih kecil dulu ia sering diberi balon oleh ayahnya, satu untuk dia dan
satu untuk adiknya, sehingga ia mendapatkan hukuman yang keras dari ayahnya.
Hukuman yang didapatnya dan perasaan bersalah menjadi terhubung dengan balon
karet.
3. Reaksi gugup
atau setengah gugup, reaksi ini munculnya secara tiba-tiba tanpa adanya
provokasi yang tegas. Reaksi gugup ini adalah perbuatan meredakan diri yang
bertujuan untuk membebaskan seseorang dari kecemasan neurotis yang sangat
menyakitkan dengan jalan melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh dia. Meskipun
ego dan super ego melarangnya.
c) Kecemasan moril
Kecemasan moril disebabkan karena pribadi seseorang . Tiap
pribadi memiliki bermacam macam emosi antar lain: iri, benci, dendam, dengki,
marah, gelisah, dan lain lain. Sifat sifat seperti itu adalah sifat sifat yang
tidak terpuji , bahkan mengakibatkan manusia akan merasa khawatir, takut,
cemas, gelisah dan putus asa .
Misalnya sesorang yang mersa dirinya kurang ganteng, maka
dalam pergaulan ia terbatas kalau ia tidak tersisihkan, sementara itu ia pun
tidak berprestasi dalam berbagai kegiatan, sehingga kawan kawannya lebih dinilai
sebgai lawan. Ketidakmampuannya menyamai kawan kawannya demikian menimbulkan
kecemasan moril.
Studi kasus; manusia memang tak luput dari kesalahan dan
dari kesalahan inilah manusia sering kali gelisah oleh Karena itu dalam
pengertian sehari-hari kegelisahan juga diartikan kecemasan, kekhawatiran
ataupun ketakutan. Masalh kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan
masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang
mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai yang terkadang
juga berbuat dan berakibat fatal bagi dirinya.
1. Keterasingan
Terasing, diasingkan atau sedang dalam keterasingan sudah
ada sejak puluhan bahkan ribuan tahun lamanya. Dimana terasing pada dasarnya
dapat didefinisikan sebagi bentuk kehilangan eksistensi diri yang disebabkan
tidak adanya pengakuan tentang keberadaan kita “secara hakikat” atau dengan
kata lain merasa tersisihkan dan termarjinalkan oleh diri sendiri dan orang
lain dalam pergaulan atau mayarakat. Keterasingan disebabkan oleh dua faktor,
yaitu :
A. Faktor intern, atau fakor yang berasal dari dalam diri
sendiri seperti merasa berbeda dengan orang lain, rendah diri dan bersikap
apatis dengan lingkungan.
B. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri.
Faktor ini pun biasanya bersumber pada faktor yang pertama.
2. Kesepian
Aplikasi dan perwujudan dari terasing adalah kesepian. Jika
seseorang sudah merasa diasingkan maka orang tersebut akan mengalami kesepian
dalam diri dan lingkungan sehingga merasa kesepian. Jika hal ini terus
dibiarkan maka orang tersebut akan kehilangan unsur dan karakter unik dalam
dirinya senhingga dia pun sulit untuk mengenali dirinya.
3. Ketidakpastian
Berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu, tidak
dapat ditentukan, tidak tahu, tanpa arah yang jelas, tanpa asal usul yang
jelas. Itu semua disebabkan oleh pikiran yang tidak dapat berkonsentrasi yang
mengacaukan pikirannya.
E. Alasan Manusia Gelisah
Umumnya manusia tidak menyukai kegelisahan dan mendambakan
kebahagiaan. Tapi justru yang ditakutkan itu sering datang pada kehidupan kita.
Dan yang didambakan itu sering menjauh dari kita. Mengapa?
Kegelisahan tidak jarang bersahabat dengan umumnya kita. Ada
yang gelisah karena faktor-faktor materi, ada juga yang bukan karena hal-hal
yang material. Mungkin kegelisahan itu disebabkan antara lain:
1. Kesulitan ekonomi
2. Takut kehilangan harta, jabatan dan popularitas
3. Penyakit yang menahun
4. Kesulitan mendapatkan pasangan hidup yang ideal
5. Takut kehilangan pasangan hidup
6. Khawatir gagal dalam berkarier
Buku MKDU : ILMU BUDAYA DASAR karangan Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma