Archive for Oktober 2012
Konflik SARA
Perbedaan akan selalu menjadi masalah sosial yang tidak akan pernah berakhir, karena perbedaan itu sendiri pun tidak akan pernah berakhir. Bagaimana tidak? Setiap manusia, setiap pribadi itu berbeda satu sama lain. Ada yang kulit hitam dan ada yang kulit putih, Si mata sipit dengan si mata besar, dan sebagainya. Perbedaan akan selalu kita temui, bahkan si kembar pun mungkin akan berselisih karena berbeda pendapat. Namun bagaimana kita menyikapinya?
Dalam tulisan saya kali ini, saya menuliskan beberapa pengalaman yang pernah saya temui.
Pertama-tama kasus kesenjangan dan konflik sosial ini datangnya dari perbedaan agama. Saya memiliki seorang teman, panggilannya Epen. Dia adalah orang nasrani, Kristen Protestan. Sewaktu SD kita sering bermain bersama-sama, sampai suatu saat ada teman yang membedakan dia dengan saya dan teman-teman lainnya, hanya karena kita Islam sedangkan dia Kristen. Kesenjangan dan masalah sosial pun terjadi hanya karena perbedaan agama. Saya dengan dia bertemu lagi saat SMA 12. Kami sekelas pada saat itu. Suatu saat saya dengan dia akan mengerjakan tugas yang harus di kumpulkan saat itu juga. Karena suasana sekolah sedang class meeting, saya mengajaknya untuk mengerjakan tugas itu di masjid saja yang sedikit tenang, itung-itung saya dapat menjalankan shalat Dhuha. Ketika dia masuk, ada salah seorang siswa mengejeknya dan mengusirnya dengan dalih orang Kristen tidak boleh masuk Masjid.
Kedua adalah Perbedaan ras/etnis. Hal ini juga membuat saya bingung, kenapa konflik harus terjadi hanya karena perbedaan etnis. Ini mengingatkan saya dengan tragedi Mei 1998, dimana terjadi kesenjangan sosial antara Pribumi terhadap etnis Cina. Jika saya tidak salah, hal ini sempat menimbulkan kerusuhan yang cukup parah. Hingga akhirnya muncul kebijakan yang melindungi etnis Cina sebagai Warga Negara Indonesia juga. Padahal setelah saya baca dari beberapa referensi, bangkitnya perbedaan dan konflik antara ras Pribumi dengan etnis Cina disebabkan oleh politik adu domba (Divide et Impera) Belanda pada masa penjajahan. Penjajah memberikan kebebasan berdagand kepada etnis Cina yang didatangkan dari daratan Tiongkok, yang pada akhirnya arus imigran ini tidak dapat dibendung. Maka dibuatlah suatu kerusuhan rasial. Sarikat Dagang Islam yang didirikan pada zaman penjajahan juga menjadi salah satu faktor orang-orang pribumi yang beragama islam ingin membendung dominasi etnis Cina dalam berdagang. Namun sayang, dalam perjalanan untuk membendung dominasi yang tadinya berbasis politik dagang, menjadi politik kebencian kepada ras Cina dengan mengatasnamakan “Agama Islam”. Untuk menggusur eksistensi ras Cina, kerusuhan demi kerusuhan anti cina muncul.
Sungguh disayangkan, hanya karena hal sepele, yang menurut saya bukanlah sebuah masalah dan tidak perlu dipermasalahkan, harus berakhir dengan pertumpahan darah, dan akhirnya dibayar dengan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya sosialisasi, atau sadar hukum dari setiap orang. Namun tidak menutup kemungkinan adanya faktor pemicu keributan, seperti oknum tidak bertanggung jawab dan lain-lain. Padahal, persaudaraan dan kekeluargaan akan terasa hangat dan erat ketika kita berhasil bergabung dan menjalin persaudaraan dengan orang-orang dari berbagai suku, etnis, ras, dan agama yang berbeda. Saya pun demikian. Saya memiliki teman dari berbagai etnis dan agama yang berbeda, karena saya suka berbagi pandangan hidup.
Perbedaan adalah hal kecil, namun menyikapinya butuh kedewasaan.
Permennya Lupa Dimakan
Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.
Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil
dan menikmati kelezatan mereka.
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.
Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil
dan menikmati kelezatan mereka.
Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia
simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut
tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu
langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia
simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut
tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu
langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.
Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat
gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki
itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen
lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk?
Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu
juga sangat lezat.” Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa
sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan
membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas
karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun
menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”
gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki
itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen
lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk?
Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu
juga sangat lezat.” Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa
sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan
membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas
karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun
menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”
Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
“Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu
sudah sangat jauh di depan saya.” “Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya
lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib
bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang
sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen
yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal
yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
“Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu
sudah sangat jauh di depan saya.” “Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya
lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib
bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang
sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen
yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal
yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan
dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan
permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu
untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen
itu ke dalam tas karungnya.
dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan
permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu
untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen
itu ke dalam tas karungnya.
Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan
ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa
banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya
menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati,
“Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.
ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa
banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya
menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati,
“Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.
Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita
lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi
Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk
menikmatinya dan menjadi bahagia.
lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi
Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk
menikmatinya dan menjadi bahagia.
Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya
tanyakan pertanyaan tersebut kepada anda, mungkin anda akan
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…
nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya
lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian
saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… ”
tanyakan pertanyaan tersebut kepada anda, mungkin anda akan
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…
nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya
lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian
saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… ”
Pemikiran ‘nanti’ itu membuat kita bekerja sangat keras di saat ‘sekarang’.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa
‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita
telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa
‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita
telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.
Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita
akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih
damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia
dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen
lolipop.
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita
akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih
damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia
dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen
lolipop.
from : http://emotivasi.com
Perbedaan Antara Melihat Dan Membayangkan
Ada yang pernah nonton film Jurassic Park 3? itu lho.... yang ceritanya ada orang tua yang mencari anaknya yang terdampar di pulau yang penuh dengan Dinosaurus. ada satu scene yang dimana di scene itu, Dr.Grant sedang curhat dengan Eric. Scene nya begini.
Dr.Grant : "I have a theory that there are two kinds of boys. There are those that want to be Astronomers, and those that want to be Astronauts.The Astronomers or Paleontology, gets to study these amazing things from a place that completely safety."
Eric : "But then you never get to go into space."
Dr.Grant : Exactly, that the difference between imagining and seeing....."
menurut saya, teori ini bener. kenapa? emang begitu kan? coba liat sekeliling kalian dan perhatikan, ada pekerjaan yang hanya memperhatikan dan ada yang langsung ke lapangan. cuman, kali ini saya akan menghubungkannya ke masalah menjalani perkuliahan ke luar negeri.
mau kuliah ke luar negeri? mau dong... siapa sih yang gak mau.. saya aja pernah berencana untuk kuliah ke jepang, tapi sayangnya nilai saya kurang, jadi saya gak dapet beasiswanya. tapi kalo menurut saya, kekurangan nilai saya itu ada artinya, nanti akan saya jelaskan.
oke, kalo pertanyaannya seperti yang di atas mungkin kalian gak bingung untuk menjawabnya. tapi, gimana kalo saya ganti?
ehm.... Sudah siap kuliah di Luar Negeri?
bingung? kenapa mesti bingung? pinter kan? nilai rapor tinggi, IPK tinggi, rajin, anak kesayangan dosen lagi. udah siap dong? bener gak? pertanyaan berikutnya, yakin dapet gak?
bingung? kenapa mesti bingung? kan udah pinter, rajin lagi.
sekarang kalo pertanyaanya saya rubah lagi, bisa hidup disana?
bingung? gampang kok, yang penting ada rumah, bisa makan, bisa minum. enak kan?
kalo syarat di atas udah terpenuhi, gak salah kalo kalian dapet kuliah disana. tapi, banyak-banyak berdoa aja ya pas udah sampe sana.
sekarang mari kita luruskan dari segi tujuan dulu. apa tujuan kalian? saya gak nanya apa tujuan kalian kuliah atau ingin bisa kuliah di luar negeri, tapi yang saya tanyakan adalah apa tujuan kalian.
"ingin membahagiakan orang tua, pengen hidup kaya, biar gengsi, pengen bisa keluar negeri, pengen sukses." kalo tujuan kalian se-cengeng ini, jangan berharap bisa bertahan menuntut ilmu disana. apalagi, kalo pola pikir kalian masih Indonesia banget.
mari kita bahas kedua pertanyaan saya diatas. pertama adalah masalah kesiapan. sudah siap? saya tidak bertanya fisik, psikis, materi, atau otak anda, saya bertanya kesiapan anda secara total. alasan kenapa nilai saya jelek adalah karena kesiapan. saya gak yakin kalo nilai UN saya sejelek itu, tapi mungkin ada faktor lain yang membuat saya mendapatkan nilai jelek itu, dan itu dikarenakan saya belum siap ke jepang. saya tidak tau kenapa dan apa, tapi yang jelas, ada yang gak bisa saya tinggal di Indonesia. sekarang coba tanya diri sendiri, adakah yang gak bisa anda tinggalkan di kampung halaman anda Indonesia?
saya kasih contoh sederhana.
saya pernah berbincang dengan teman saya dan bertanya kepada dia, kenapa memilih kampus Gunadarma, apalagi di kalimalang, apakah tidak bosan belasan tahun menghabiskan waktu di sini-sini saja. dia bilang "gw kasian sama orang tua gw, mereka udah tua. kalo gw kuliah jauh, ngabisin duit ortu. kalo ortu sakit dan kita masih disana, gak enak juga."
see? dia bukan anak alim, dia bukan anak yang pinter, dia juga bukan anak yang bener-bener patuh sama ortu, tapi liat! dia bisa ngomong kayak gitu. coba tanya kepada diri anda sendiri. mungkin kalian masih punya utang disini, mungkin orang tua kalian yang gak bisa kalian tinggal, mungkin ada jodoh anda disini, atau sebagainya. pernah gak berpikir kearah situ? atau kalian takut kalo kalian mikir kearah situ akan membuat kalian gak yakin? kalo kalian gak yakin, bagus! karena itu tanda kalo kalian belom siap. tapi kalo hati kalian lega memikirkannya, maka itu tanda kalo kalian siap.
bisa hidup disana?
bocoran sedikit, di jepang, kalian akan menemukan 4 tempat sampah berderet. tempat sampah daur ulang, yang tidak bisa di daur ulang, organik, non-organik, dan kalian harus memasukan sampah ke tempat yang benar. akan ada petugas sampah rutin yang akan mengambil sampah sesuai jadwal. kalian tidak boleh mengeluarkan sampah di malam sebelum pengambilan sampah atau saat pengambilan sampah. untuk masalah sampah sendiri, ada pidana yang mengatur tentang sampah dan itu benar-benar di tegakkan, tidak seperti Indonesia.
yah... sedikit sih.... nanti kalo ada waktu saya tambahin. maklum mau ngerjain LA.
see ya!
oh iya, satu lagi. di jepang, kalo kalian naik sepeda, harus memiliki surat ijin dan setiap sepeda memiliki plat nomor.
bagaimana dengan negara lain ya? :D